Puluhan jiwa meninggal, ribuan rumah terbakar, dan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal dalam pembantaian muslim Rohingya di Myanmar. Sementara, otoritas Myanmar dianggap hanya berbuat sedikit untuk mencegah tragedi ini. Demikian yang dilaporkan oleh Human Rights Watch (HRW).
Bulan Juni lalu, konflik
antara etnis Rakhine dan Rohingya meletus. Hingga kini titik awal permusuhan
belum terjawab, meski banyak pengamat yang menilai pemerkosaan dan pembunuhan
seorang wanita Rakhine oleh tiga muslim Rohingya, yang disusul pembunuhan 10 muslimRohingya oleh etnis Rakhine,
menjadi penyebabnya.
Sekian korban berjatuhan.
Meski kini kerusuhan mereda, masih ada puluhan ribu orang yang terdampak
konflik ini. Mereka tidak hanya kehilangan rumah, tetapi juga terancam
kelaparan dan rentan terhadap penyakit.
Baru-baru ini, HRW merilis
pernyataan, bahwa ada bukti kuat bahwa pihak keamanan Myanmar tidak melakukan
intervensi apa pun sepanjang kerusuhan, untuk mencegah massa melakukan
pembantaian terhadap muslimRohingya.
Brad Adams, perwakilan HRW
di Asia, menyebutkan bahwa, “Pasukan keamanan Myanmar menebarkan kampanye
kekerasan dan upaya mengumpulkan massa untuk menyerang kaum Rohingya.”
Bukti-bukti lebih lanjut
menunjukkan bahwa oknum pihak keamanan juga terlibat dalam pembunuhan,
pemerkosaan, dan penangkapan massal muslim Rohingya pasca kerusuhan.
Bukti-bukti ini didasarkan pada 57 wawancara dengan etnis Rohingya dan Rakhine
yang dilakukan oleh HRW.
Pemerintah Myanmar sendiri
tidak menganggap muslim Rohingya sebagai bagian dari etnis di negara mereka.
Meskipun jumlah muslim Rohingya diperkirakan mencapai 800.000 orang, otoritas
setempat tak mengakui keberadaan mereka. Sebaliknya, muslimRohingya yang berupaya mencari
keselamatan di negara terdekat, Bangladesh, juga mendapat pengusiran dari
pemerintah Bangladesh. Kapal mereka didorong kembali ke laut.
(dawn.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar