Sumber foto : cathollicnewsagency.com
Pada hari itu, matahari tak jua
menunjukan cahayanya tatkala petaka menyembur dari dalam tanah. Seakan tiupan
sangkakala telah dikumandangkan, tiga hari tidak berkesudahan. Hari itu, Gunung
Tambora telah membawa tamat pada manusia. Sesaat sinar sang surya datang, yang
tampak bukanlah Tanah Bima yang tentram, tetapi rumah dan tanaman yang sudah
porak-poranda seperti diterjang perang.
10 April 1815, malapetaka yang membawa
tamat pada dua negeri: Tambora dan Pekat. Orang mati bergeletakan di jalanan,
tidak dikubur maupun didoakan. Kelaparan, kemelaratan dan penyakit juga turut
menghantui. Kendati di Tanah Bima, abu letusan Gunung Tambora menutupi langit
hingga benua lain. Hingga tahun itu disebut sebagai ‘Tahun Tanpa Musim Panas’ Gunung
berapi di dekat garis khatulistiwa dapat menyebabkan perubahan cuaca secara
global apabila letusan mereka cukup kuat untuk melepaskan gas ke stratosfer.
Gas tersebut terperangkap karena tidak
bisa dibawa oleh hujan. Ia lalu melintasi garis khatulistiwa dan menyebar
hingga ke kutub hingga akhirnya mengurangi jumlah panas yang melewati
stratosfer dari matahari. Dengan letusan Tambora, suhu menjadi
lebih dingin. Total penurunan suhu bumi saat itu mencapai 0,4 sampai 0,7
derajat celsius. Dampaknya adalah kegagalan panen global hingga wabah penyakit.
Menurut Gillen D’Arcy Wood, penulis
buku Tambora: The Eruption That Changed
the World, selama beberapa tahun berikutnya, korban meninggal semakin
banyak akibat efek sekunder yang menyebar ke seluruh dunia. “Dunia
semakin dingin dan pola cuaca berubah. Terjadi kegagalan panen dan kelaparan,
mulai dari Asia, Amerika Serikat, hingga Eropa,” Kata Wood.
Magnitudo letusan Tambora, berdasarkan
Volcanic Explosivity Index (VEI), berada pada skala 7 dari 8, hanya kalah dari
letusan Gunung Toba (Sumatera Utara), sekitar 74.000 tahun lalu, yang berada
pada skala 8. Jumlah korban
tewas akibat gunung ini sedikitnya mencapai 71.000 jiwa, sebagian ahli menyebut
angka 91.000 jiwa. Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan
dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit yang mendera.
Apakah ada letusan gunung berapi yang
korbannya lebih banyak dari Tambora? Hingga saat ini, sejarawan setuju bahwa
Tambora menyebabkan kematian paling cepat. Dari kejadian
letusan Gunung Tambora kita bisa tahu betapa fenomenal nya gunung – gunung api
di Indonesia, dan seberapa dahsyat hukuman dari alam. Karena tidak peduli
seberapa kuat dan modern manusia pada masanya, pada akhirnya semua akan kalah
jika disandingkan dengan kekuatan alam.
Penulis: Kartika Vennasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar