Senin, 06 Desember 2021

WOMEN’S RIGHTS ARE HUMAN RIGHTS Oy, Rapist! You know what you did, don’t you?

 
Sumber: pinterest.com

Sebelumnya, izinkan kami atas nama manusia yang punya hati memberikan salam hormat kepada Almarhummah Novia Widyasari dan kepada Para Penyintas Kekerasan Seksual lainnya, baik yang masih menyala maupun yang telah padam cahayanya dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Kami, sebagai manusia yang punya hati menghargai segala bentuk perlawanan terhadap mereka yang tak bisa melihat perempuan sebagai ‘Manusia’ juga. Manusia yang hanya ingin keadilan atas kehormatan dan hak hidupnya. 

Kita semua berhak atas Hak Asasi Manusia, termasuk juga perempuan. Ini termasuk hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan diskriminasi, hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental, hak untuk di didik, hak untuk memiliki properti, hak untuk memilih, dan hak untuk mendapatkan upah yang sama.

Miris memang, karena hingga saat ini banyak perempuan yang masih menghadapi diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan gender. Ketidaksetaraan gender menopang banyak masalah yang secara tidak proporsional mempengaruhi perempuan, kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual salah satunya.

Bukan sekali dua kali, sudah banyak kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan seperti ini. Namun, rasa-rasanya banyak yang masih pura-pura buta dan pura-pura tuli saat kasus seperti ini naik ke permukaan. Mereka terkesan meremehkan, dan cenderung enggan untuk peduli. Padahal mereka juga sama-sama manusia. 

Jangan karena “Perempuan itu istrinya!”, “Perempuan itu pacarnya!”, “Perempuan itu anaknya!”, lalu kalian yang mengaku sebagai manusia meremehkan hak-hak atas hidupnya. Jangan karena bentuk tubuh mereka, model pakaian mereka, tempat bergaul mereka, atau karena kurangnya kehati-hatian dalam menjaga diri mereka sendiri, lalu kalian membiarkan mereka kesakitan sendirian demi menjaga martabat dan nama baik yang lainnya.

“No” means no. Tidak artinya tidak. Saat perempuan berkata “Berhenti!” artinya tidak. Saat perempuan berpaling dari hadapanmu artinya tidak. Saat perempuan berkata “Saya tidak mau” artinya tidak. Saat perempuan mendorongmu pergi itu artinya tidak. Saat perempuan berkata “Tinggalkan saya sendiri!” itu artinya tidak. Saat perempuan berkata “Saya belum siap” artinya tidak. Saat perempuan itu berteriak artinya tentu tidak. Saat perempuan menangis artinya tetap tidak. Saat perempuan itu dalam keadaan tidak sadar atau pingsan artinya masih tetap tidak. 

Namun, bukan berarti saat perempuan tidak bisa melawan para bajingan, kalian yang katanya manusia bisa menyimpulkan bahwa perempuan mau dilecehkan dan secara suka rela mau melakukan hubungan seksual. Mereka seakan menganggap berhubungan seksual dengan perempuan yang tak bisa melawan atau tidak berdaya ‘bukan berarti memperkosa’. Kalian semua harus tau kalau “Sex with someone unable to consent = Sexual Assault”  atau dalam Bahasa Indonesia “Seks dengan seseorang yang tidak setuju = Penyerangan seksual”. 

Mengutip dari tulisan Kalis Mardiasih, karena sudah sejak lama tubuh perempuan menjadi tubuh yang patuh, tubuh yang penuh stigma, tubuh yang tidak boleh memberontak. Sampai-sampai, dalam budaya hukum pun, anggapan “SETUJU” hanya berasal dari anggapan si pemilik kuasa. Padahal, kata “TIDAK” yang diteriakan perempuan korban kekerasan jelas bukan omong kosong. 

Harusnya mereka dengar. Dengar teriakan lantang perempuan yang menggugat penindasan dan menuntut hak pelindungan dan rasa aman sebagai perempuan korban kekerasan seksual. Juga, dengar suara lirih perempuan yang ketakutan akibat perbuatan bajingan hilang akal. 


Penulis: Aca


Tidak ada komentar:

Posting Komentar